Kamis, 05 Desember 2013

Masa-Masa Sulit di NICU

Ini adalah cerita sewaktu Aga kena "kuning" dan harus dirawat di RS. Sebagian catatan ini saya buat saat saya ada di ruang tunggu. Mencoba membunuh waktu dan membuang kepenatan lewat gadget yang mungkin juga sudah lelah mengobok-obok laman pencari google. Saya akan bercerita sesuai urutan kronologisnya ya. Mungkin akan sangat panjang. Karena saya bener-bener nggak punya ide harus memenggalnya jadi seperti apa. Semoga betah membaca sampai tuntas ya :)






***

Saya masih ingat hari Rabu waktu saya menjemur Aga dan melihat kulitnya makin menguning. Aga masih berumur 7hari. Saya panik karena suami sudah balik ke Jakarta. Saya harus membuat keputusan sendiri. Dan saya putuskan untuk membawanya ke dokter rekomendasi teman kakak saya. RS tempat dokter anak ini praktek berbeda dengan RS tempat saya melahirkan.

Dokter menganjurkan saya tes lab lagi ketika melihat kondisi Aga yang menguning mulai dari perut hingga lidahnya. Sebenernya sebelum pulang dari RS pasca melahirkan, tepatnya saat Aga berumur 3hari, Aga sudah di tes lab karena dokter agak curiga Aga menguning. Hasil lab waktu itu 8, artinya masih normal. Cuma cuaca di bulan februari memang sering mendung jadi menjemur Aga pun ngga bisa maksimal.

Sambil menunggu hasil lab, kami pun pulang. Sedihnya, malam itu juga saat hasil lab sudah keluar, suster segera menelepon saya karena billirubin Aga yang cukup tinggi:15,8. Padahal untuk bayi yang lahir normal ambang batas bilirubin yang aman adalah 12. Saya dan ibu saya pun buru-buru membawa Aga ke RS

Sesampainya di rumah sakit, Aga melalui serangkaian pendataaan dan pemeriksaan. Hingga pukul 23.00 ia masuk ke ruang NICU (Neonatal Intensif Care Unit). Ruangan itu bukan ruang rawat inap biasa. NICU semacam ruang rawat pasien khusus yang gawat dan butuh perawatan ekstra. Tidak sembarangan orang yang bisa masuk dan menjenguk. Hanya orang tua yang boleh masuk. Ada jam kunjungnya juga yang harus dipatuhi dengan ketat. Ada 2x dalam sehari. Itu pun cuma sejam. Yaitu jam 11-12. Dan jam 17-18.

Sebelum Aga diterapi sinar bluelight saya dipersilahkan untuk menyusui terlebih dahulu. Sekitar 45menit aga menyusu. Entah dia menyedot asi saya atau tidak tapi yang jelas mulutnya menempel pada puting saya. Lekat dan dekat. Saya nikmati saja. Walau saya tahu dia lebih banyak tertidur. Khawatir terlalu lama dan terapi itu tidak segera dimulai saya pun menyudahi dan melepaskan pelukan saya. Saya kuatkan diri saya sendiri karena setelah ini 24jam saya tidak akan bisa memeluknya dan menyusui secara langsung. Ini karena terapi sinar akan terhenti dan memperlama proses penyembuhannya.

Tepat jam00. Aga diterapi sinar bluelight. Saya kuatkan lagi hati saya yang remuk redam melihatnya tanpa pakaian hanya memakai selembar popok, ditempatkan dalam boks kecil lalu diterpa sinar biru. Ah tubuhmu terlalu ringkih untuk tidur sendiri tanpa pelukan ibu nak...Saya sungguh tak rela membiarkannya sendiri. Rasanya ingin menuruti emosi saya dan membawanya pulang. But I couldn't.

Saya keluar dari ruang NICU bergegas melakukan banyak hal yang jauh lebih berguna ketimbang larut dalam emosi. Hal pertama yang saya khawatirkan adalah ASI. Selama terapi Aga butuh ASI perah yang banyak. Kata suster, terapi itu membuatnya cepat merasa haus dan banyak minum. Ini bagus untuk metabolisme pembuangan bilirubin melalui urin. Saya yang baru beberapa hari menyusui ini..yang nggak punya pompa asi, yang nggak yakin punya segudang asi di kedua payudara saya ini, apalagi harus dipompa dan distok. Oh God bisakah saya??

Saya berhenti meragukan diri saya sendiri dan mulai bertindak. Mencari pompa asi. Saya butuh yang elektrik. Pikir saya waktu itu elektrik lebih mampu memerah asi saya daripada pompa manual. Tapi malam itu sudah dini hari. Pastinya nggak ada babyshop buka. Saya coba hubungi teman saya yang sudah punya anak. Tapi nihil. Untung salah satu orangtua yang juga sedang menunggui anaknya di NICU memberi tahu kalau masih bisa meminjam pompa asi ke RS.

Untunglah pompa asi itu segera saya dapatkan. Meski cuma bisa saya pinjam sementara, tak apalah. Setidaknya membantu sampai babyhop buka besok pagi. Suster jaga di ruang NICU itu mempersilakan saya memompa asi di salah satu ruang NICU. Ruangan itu bersebelahan dengan ruang tempat Aga dirawat. Antar ruang hanya berbatasan dengan kaca jadi saya pun bisa curi-curi pandang melihatnya. Sambil sesekali menengok asi yang setetes demi setetes mengisi botol kecil itu. Hampir 1jam saya berusaha memompa asi. Sakit rasanya. Mungkin saya terlalu memaksanya. Tapi sedikit lega sudah bisa menabung 80ml asi untuknya.

Saya serahkan asi saya ke suster, sambil dalam hati berpamitan ke Aga. "Ibu nggak kemana-mana Aga. Ibu tunggu di luar ya. Aga cepet sembuh ya." Ah hati saya menangis ketika menutup pintu ruang NICU dan kembali duduk di ruang tunggu. Bersandar di sofa panjang yang harus kami bagi bertiga. Saya, ibu saya, dan 1orang ibu lain yang juga sedang menunggui anaknya.

Ibu saya, sudah terlelap di sofa panjang berbalut jaket dan syal lebar yang diselimutkan di kakinya. Sedang saya masih terjaga. Sibuk mengabarkan kondisi Aga ke suami. Mengirim foto yang saya curi-curi dari balik ruangan tempat memompa asi tadi. Dan waktu pun berjalan lambat dengan mata saya yang sulit terpejam.

***

Saya habiskan waktu dengan googling. Apa itu penyakit kuning pada bayi dan bagaimana mengatasinya. Sebenarnya dari yang saya baca, penyakit ini wajar dialami bayi yang baru lahir. Karena hati bayi belum matang sehingga billirubin tidak bisa dibuang dan kadar dalam darah meningkat. Tapi kalau terlalu tinggi juga bisa bahaya. Bayi akan cenderung mengantuk dan malas menyusu. Karena malas menyusu kadar bilirubinnya pun makin sulit terbuang lewat urin. Jalan keluarnya dengan cara disinar menggunakan bluelight. Sinar ini bisa membantu menurunkan kadar bilirubin bayi yang dibuang lewat urin.

Penyakit kuning ini wajar untuk bayi baru lahir. Kalimat itu sedikit menenangkan saya dan membuang rasa bersalah saya yang masih belajar menyusui. Jujur saya memang masih bingung bagaimana meletakkan bayi agar dia nyaman menyusu, bagaimana menggelitiknya agar nggak gampang teridur saat menyusu. Semua saran sudah saya coba tapi memang sebelumnya Aga lebih senang tertidur dan hanya menyusu sebentar. Dari yang saya baca memang saat bilirubin naik ia akan cenderung mengantuk.
Ah lagi-lagi hasil browsing saya menenangkan dan bisa sedikit membuang rasa bersalah saya. Tapi beberapa orang pasti berpikiran kalo ini salah saya. Salah ibu baru yang nggak becus. Mungkin masih dimaklumi karena masih baru. Tapi tetap saja julukannya ibu baru yang nggak becus.
Ah sudahlah terserah. Saya nggak akan cuci tangan dan tetap menerima  kalo toh disalahkan saat Aga harus masuk RS karena kuning. Semua olok-olok itu saya terima. Apalagi jika semua olok-olok itu bisa ditukar dengan kesehatan Aga. Yah tapi saya cuma bisa pasrah dan meyakinkan diri kalo Aga pasti bisa melaluinya. Setiap anak sudah ditentukan garis nasibnya. Saya yang dititipi tinggal menjalankannya dan melakukan yang terbaik.


***


Hampir 12jam terlewati. Dan tibalah jam besuk. Saya kembali bisa melihatnya. Meski tak bisa menggendong, tak berani memegang (waktu hari terakhir saya baru sadar kalo boleh megang -_-") tapi melihatnya saja cukup melegakan hati. Saya lihat dia menggeliat. Mungkin bosan telentang. Mungkin juga merasa asing, aneh. Mungkin dia rindu kembali ke rahim. Mungkin dia rindu berenang di dalam ketuban. Dan saya ingin menangis memohon dia untuk nggak pernah menyesal lahir dari seorang ibu seperti saya. Saya ingin melakukan apapun yang terbaik untuknya. Mungkin...dan semoga dia rindu berada dalam dekap hangat saya. Mungkin...dan semoga dia juga rindu minum asi langsung dari payudara saya, bukan dari dot plastik imitasi yang disodorkan bidan/suster. Dan sungguh saya juga sangat rinduuu menyusuinya, memeluknya erat dalam pelukan saya. :(( 

Sungguh ini momen yang sangat menyiksa buat ibu baru seperti saya. Buat seorang wanita yang baru saja menikmati momen terindah memiliki seorang anak, menimang-nimangnya, mendapat banyak ucapan selamat, namun dalam sekejap saja kebahagiaan itu direnggut dari saya. 

Belum juga baby blues itu enyah dari otak saya, saya kembali dipukul dengan palu godam yang keras. BAMM! Rasanya ada yang berteriak lantang pada saya.."Masih maw ngeluh?? Masih maw bilang lelah?? Kalo udah lihat anak sakit gini rasanya mau melakukan segalanya asal anak sembuh kan!"

Ah, saya cuma bisa menangis.  Dan menelan tangis saya sendiri saat ada di depan Aga. Saya tau dia bisa merasakan apa yang saya rasakan. Saya sedih, tapi saya nggak ingin menangis di depannya.

***
Di jam besuk itu juga saya bisa melihat "tetangga-tetangga" Aga. Sebagian besar masih bayi. Yang berada 1 ruangan dengan Aga ada sekitar 3bayi lagi. 1bayi perempuan yang sepertinya lahir dengan secar. Dia hanya diletakkan di boks tanpa ada peralatan khusus. Sepertinya kondisinya sudah membaik dan tinggal di observasi saja. Satu lagi sepertinya laki-laki. Badannya kecilll sekali tapi sekujur tubuhnya sudah dipenuh selang. Ia ada dalam inkubator. Hanya mengenakan popok. Satu lagi juga dengan kondisi yang sama. Bedanya bayi laki-laki ini lebih sering dijenguk ayahnya yang keturunan Arab. Sang ayah sampai membawakan si bayi mp3 untuk memperdengarkan surat Yusuf. Tentunya mp3 nya di loudspeaker ya, karena ga mungkin kan bayi pake earphone. Jadi meski dipelankan dan hanya terdengar sayup-sayup Aga bisa ikut dengerin. Semoga Aga jadi lebih tenang dan homey. Karena waktu hamil dulu saya dan suami insyaAllah nggak pernah putus tiap hari membacakan surat Yusuf dan Maryam.

"Tetangga-tetangga" Aga di ruangan lain saya tidak begitu memperhatikan dgn jelas. Tapi sepertinya nggak lebih baik dari Aga. Ada yang kena tipus, batuk kronis, DB, kelainan jantung, dsb. Dari cerita-cerita yang saya dapat saat di ruang tunggu kondisi mereka bisa dibilang gawat. Beberapa pasian yang baru masuk pun nggak kalah gawatnya. Ada yang sampai sudah 10x ganti RS. Ada yang hanya untuk beberapa ml obat harus merogoh uangnya sekitar 2juta. Ada yang orangtuanya kebingungan mencari tabung oksigen untuk anaknya. Ada ibu yang pingsan di depan pintu NICU saat mengantar anaknya.  Ada yang juga sepertinya seluruh keluarga besar ikut mengantar..semua dengan ekspresi panik dan sang ibu sudah berurai air mata. Suasana NICU memang tegang dan dramatis. Saya mesti banyak-banyak bersyukur kalau melihat kondisi Aga dibanding pasien lainnya. Dan sungguh kesehatan itu nikmat yang nggak terkira.

***

Dan 24jam terlewati sudah. Penyinaran dihentikan. Aga kembali di ambil darahnya untuk tes lab lagi. Saya dengar tangisnya kencang sekali. Rasanya saya ingin memeluknya, menggendongnya, dan menenangkannya. Tapi saya tekan emosi saya. Saya tahan keinginan saya sambil berkata sendiri, sebentar lagi Aga pulang kok. Sebentar lagi saya bisa menimang-nimangnya lagi. Sebentar lagi hasil lab keluar dan Aga bisa pulang. Saya pun terus berharap hasil tes lab itu keluar dan bilirubin Aga sudah kembali normal. Tapi ternyata Allah belum selesai menguji saya. Hasil lab keluar dan billirubin Aga masih 14. Hanya turun sedikit dari kemarin. Artinya terapi itu harus dilanjutkan lagi.

Badan saya lemas. Aga belum bisa pulang. Siksaan batin saya melihatnya diterpa sinar biru belum juga usai. Saya pun cemas. Kenapa billirubin Aga cuma turun sedikit sekali. Saya pun makin resah, Ada apa dengan anak saya. Semakin panjang proses terapi artinya semakin lama pula saya tidak bisa menyentuhnya dan semakin membengkak pula biayanya. Saya cuma bisa berdoa. Mudahkanlah Ya Allah, Sembuhkanlah.

***
Akhirnya saya bisa juga bertemu dengan dokter yang menangani Aga. Saya sedikit lebih tenang setelah konsultasi secara langsung. Dari hasil wawancara dengan dokter tentang riwayat kesehatan saya dan Aga, sepertinya tidak ada indikasi alergi ataupun pengaruh obat-obatan saat hamil. Aga pun masih terlihat aktif di dalam boksnya. Dokter menganalisa lambatnya billlirubin Aga turun mungkin hanya disebabkan hati yang belum matang saja. Tapi dia masih mengkhawatirkan satu hal lagi sehingga harus cek kadar proteinnya. Kalau ternyata analisanya benar berarti Aga memerlukan obat yang hanya bisa dimasukkan lewat infus.

Ah infus! Umur Aga baru hitungan hari. Tanggannya masih ringkih, kulitnya masih keriput, bagaimana jarum sebesar itu harus menusuk pembuluh darahnya yang masih sangat halus. Ah semoga saja tidak.

Saya jadi lebih optimis mendengar sekian banyak analisa dokter yang terbantahkan. Hanya tinggal menunggu hasil lab di terapi bluelight kedua ini dan cek kadar protein itu. Saya juga lebih tenang karena Ayah Aga mau pulang lagi. Mungkin dia juga nggak tenang kerja sementara anaknya di rumah sakit.

Saat menjenguk Aga lagi saya bisa lebih tenang. Saya pegang tangannya (karena saya baru tau kalau saya boleh memegang). Saya bisikkan kabar gembira kalau ayah mau pulang. Dan kami akan bermain bersama. Saya bisikkan kalimat-kalimat positif itu di telinganya, sambil terus membelai lembut tangannya, pipinya, dan kakinya. Saya yakin Aga bisa merasakan energi positif yang saya kirimkan lewat sentuhan dan bisikan itu.

Dan Subhanallah...ketika hasil lab terapi kedua keluar, billirubin Aga langsung turun menjadi 5. Normal! Alhamdulillah. Lega banget rasanya.

Saya segera menyampaikan kabar gembira ini ke mertua, kakak saya yang menunggu di rumah, juga beberapa teman dekat saya. Suami yang sedang otw ke malang naik kereta rupanya kehabisan batrai, keretanya terhadang banjir pula di semarang. Jadi saya nggak bisa menghubunginya. Tapi saya tetap senang karena saat Ayah Aga pulang nanti kami bisa bermain dengan tenang di rumah.

***

Kalau nggak salah saya jadi pasien kedua yang keluar dari NICU. Saya sempat berpamitan dengan beberapa orangtua pasien yang ada di ruang tunggu. Sambil ikut mendoakan semoga mereka bisa merasakan kebahagiaan yang saya rasakan:membawa pulang bayi mereka kembali dalam keadaan sehat.

Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari kejadian ini.
1. Bersyukur atas nikmat sehat. Ini pasti. Mau setampan atau seimut apapun bayi kita kalau nggak sehat kita juga nggak bisa seneng kan.
2. Lebih tangguh. Nggak mudah cengeng hanya karena capek nyuci popok. Mending capek nyuci popok setiap hari daripada harus dipakaikan pempes atau dicucikan suster karena Aga nginep di RS.
3. be a better mom be a better daughter. Ya. Saya ingat saya juga pernah jadi anak yang pura-pura sakit karena malas sekolah. Ternyata begini ya rasanya jadi orangtua kalau anak sakit. Maafin devi ya bapak..ibu. Dan waktu susah inilah saat suami nggak ada di samping saya, ya cuma keluarga dan temen2 deket yang ada. Saya salah kalau saya pikir saya sendiri. Saya harus membuang jauh-jauh setan baby blues itu. Itu cuma ilusi saya yang hanya berpikir melulu tentang saya. Mereka..mereka..saya dikelilingi mereka yang sungguh-sungguh menyayangi saya dan bayi saya. I love them so much.
4. Berharap nggak melahirkan anak kedua di musim hujan. HAhaha...andai dua musim ini masih patuh pada jadwalnya ya. Saya memilih melahirkan di atas bulan april deh. :)

***

Well, thanks sudah membaca tulisan saya yang panjang ini. Semoga sharing ini bisa bermanfaat ya. :)