Ini
adalah cerita sewaktu Aga kena "kuning" dan harus dirawat di RS. Sebagian
catatan ini saya buat saat saya ada di ruang tunggu. Mencoba membunuh waktu dan
membuang kepenatan lewat gadget yang mungkin juga sudah lelah mengobok-obok
laman pencari google. Saya akan bercerita sesuai urutan kronologisnya ya.
Mungkin akan sangat panjang. Karena saya bener-bener nggak punya ide harus
memenggalnya jadi seperti apa. Semoga betah membaca sampai tuntas ya :)
***
Saya
masih ingat hari Rabu waktu saya menjemur Aga dan melihat kulitnya makin
menguning. Aga masih berumur 7hari. Saya panik karena suami sudah balik ke
Jakarta. Saya harus membuat keputusan sendiri. Dan saya putuskan untuk
membawanya ke dokter rekomendasi teman kakak saya. RS tempat dokter anak ini
praktek berbeda dengan RS tempat saya melahirkan.
Dokter
menganjurkan saya tes lab lagi ketika melihat kondisi Aga yang menguning mulai
dari perut hingga lidahnya. Sebenernya sebelum pulang dari RS pasca melahirkan,
tepatnya saat Aga berumur 3hari, Aga sudah di tes lab karena dokter agak curiga
Aga menguning. Hasil lab waktu itu 8, artinya masih normal. Cuma cuaca di bulan
februari memang sering mendung jadi menjemur Aga pun ngga bisa maksimal.
Sambil
menunggu hasil lab, kami pun pulang. Sedihnya, malam itu juga saat hasil lab
sudah keluar, suster segera menelepon saya karena billirubin Aga yang cukup
tinggi:15,8. Padahal untuk bayi yang lahir normal ambang batas bilirubin yang
aman adalah 12. Saya dan ibu saya pun buru-buru membawa Aga ke RS
Sesampainya
di rumah sakit, Aga melalui serangkaian pendataaan dan pemeriksaan. Hingga
pukul 23.00 ia masuk ke ruang NICU (Neonatal Intensif Care Unit). Ruangan
itu bukan ruang rawat inap biasa. NICU semacam ruang rawat pasien khusus yang
gawat dan butuh perawatan ekstra. Tidak sembarangan orang yang bisa masuk dan
menjenguk. Hanya orang tua yang boleh masuk. Ada jam kunjungnya juga yang harus
dipatuhi dengan ketat. Ada 2x dalam sehari. Itu pun cuma sejam. Yaitu jam
11-12. Dan jam 17-18.
Sebelum Aga diterapi sinar
bluelight saya dipersilahkan untuk menyusui terlebih dahulu. Sekitar 45menit
aga menyusu. Entah dia menyedot asi saya atau tidak tapi yang jelas mulutnya
menempel pada puting saya. Lekat dan dekat. Saya nikmati saja. Walau saya tahu
dia lebih banyak tertidur. Khawatir terlalu lama dan terapi itu tidak segera
dimulai saya pun menyudahi dan melepaskan pelukan saya. Saya kuatkan diri saya
sendiri karena setelah ini 24jam saya tidak akan bisa memeluknya dan menyusui
secara langsung. Ini karena terapi sinar akan terhenti dan memperlama proses
penyembuhannya.
Tepat jam00. Aga diterapi sinar
bluelight. Saya kuatkan lagi hati saya yang remuk redam melihatnya tanpa
pakaian hanya memakai selembar popok, ditempatkan dalam boks kecil lalu diterpa
sinar biru. Ah tubuhmu terlalu ringkih untuk tidur sendiri tanpa pelukan ibu
nak...Saya sungguh tak rela membiarkannya sendiri. Rasanya ingin menuruti emosi
saya dan membawanya pulang. But I couldn't.
Saya keluar dari ruang NICU
bergegas melakukan banyak hal yang jauh lebih berguna ketimbang larut dalam
emosi. Hal pertama yang saya khawatirkan adalah ASI. Selama terapi Aga butuh
ASI perah yang banyak. Kata suster, terapi itu membuatnya cepat merasa haus dan
banyak minum. Ini bagus untuk metabolisme pembuangan bilirubin melalui urin.
Saya yang baru beberapa hari menyusui ini..yang nggak punya pompa asi, yang
nggak yakin punya segudang asi di kedua payudara saya ini, apalagi harus
dipompa dan distok. Oh God bisakah saya??
Saya berhenti meragukan diri saya
sendiri dan mulai bertindak. Mencari pompa asi. Saya butuh yang elektrik. Pikir
saya waktu itu elektrik lebih mampu memerah asi saya daripada pompa manual.
Tapi malam itu sudah dini hari. Pastinya nggak ada babyshop buka. Saya coba
hubungi teman saya yang sudah punya anak. Tapi nihil. Untung salah satu
orangtua yang juga sedang menunggui anaknya di NICU memberi tahu kalau masih
bisa meminjam pompa asi ke RS.
Untunglah pompa asi itu segera
saya dapatkan. Meski cuma bisa saya pinjam sementara, tak apalah. Setidaknya
membantu sampai babyhop buka besok pagi. Suster jaga di ruang NICU itu
mempersilakan saya memompa asi di salah satu ruang NICU. Ruangan itu
bersebelahan dengan ruang tempat Aga dirawat. Antar ruang hanya berbatasan
dengan kaca jadi saya pun bisa curi-curi pandang melihatnya. Sambil sesekali
menengok asi yang setetes demi setetes mengisi botol kecil itu. Hampir 1jam
saya berusaha memompa asi. Sakit rasanya. Mungkin saya terlalu memaksanya. Tapi
sedikit lega sudah bisa menabung 80ml asi untuknya.
Saya serahkan asi saya ke suster,
sambil dalam hati berpamitan ke Aga. "Ibu nggak kemana-mana Aga. Ibu
tunggu di luar ya. Aga cepet sembuh ya." Ah hati saya menangis ketika
menutup pintu ruang NICU dan kembali duduk di ruang tunggu. Bersandar di sofa
panjang yang harus kami bagi bertiga. Saya, ibu saya, dan 1orang ibu lain yang
juga sedang menunggui anaknya.
Ibu saya, sudah terlelap di sofa
panjang berbalut jaket dan syal lebar yang diselimutkan di kakinya. Sedang saya
masih terjaga. Sibuk mengabarkan kondisi Aga ke suami. Mengirim foto yang saya
curi-curi dari balik ruangan tempat memompa asi tadi. Dan waktu pun berjalan
lambat dengan mata saya yang sulit terpejam.
***
Saya habiskan waktu dengan googling. Apa itu
penyakit kuning pada bayi dan bagaimana mengatasinya. Sebenarnya dari yang saya baca, penyakit ini wajar
dialami bayi yang baru lahir. Karena hati bayi belum matang sehingga billirubin
tidak bisa dibuang dan kadar dalam darah meningkat. Tapi kalau terlalu tinggi
juga bisa bahaya. Bayi akan cenderung mengantuk dan malas menyusu. Karena malas
menyusu kadar bilirubinnya pun makin sulit terbuang lewat urin. Jalan keluarnya
dengan cara disinar menggunakan bluelight. Sinar ini bisa membantu menurunkan
kadar bilirubin bayi yang dibuang lewat urin.
Penyakit kuning ini
wajar untuk bayi baru lahir. Kalimat itu sedikit menenangkan saya dan membuang
rasa bersalah saya yang masih belajar menyusui. Jujur saya memang masih bingung
bagaimana meletakkan bayi agar dia nyaman menyusu, bagaimana menggelitiknya
agar nggak gampang teridur saat menyusu. Semua saran sudah saya coba tapi
memang sebelumnya Aga lebih senang tertidur dan hanya menyusu sebentar. Dari
yang saya baca memang saat bilirubin naik ia akan cenderung mengantuk.
Ah lagi-lagi hasil
browsing saya menenangkan dan bisa sedikit membuang rasa bersalah saya. Tapi
beberapa orang pasti berpikiran kalo ini salah saya. Salah ibu baru yang nggak
becus. Mungkin masih dimaklumi karena masih baru. Tapi tetap saja julukannya
ibu baru yang nggak becus.
Ah sudahlah
terserah. Saya nggak akan cuci tangan dan tetap menerima kalo toh disalahkan saat Aga harus masuk RS
karena kuning. Semua olok-olok itu saya terima. Apalagi jika semua olok-olok
itu bisa ditukar dengan kesehatan Aga. Yah tapi saya cuma bisa pasrah dan
meyakinkan diri kalo Aga pasti bisa melaluinya. Setiap anak sudah ditentukan
garis nasibnya. Saya yang dititipi tinggal menjalankannya dan melakukan yang
terbaik.
***
Hampir 12jam terlewati. Dan
tibalah jam besuk. Saya kembali bisa melihatnya. Meski tak bisa menggendong,
tak berani memegang (waktu hari terakhir saya baru sadar kalo boleh megang
-_-") tapi melihatnya saja cukup melegakan hati. Saya lihat dia
menggeliat. Mungkin bosan telentang. Mungkin juga merasa asing, aneh. Mungkin
dia rindu kembali ke rahim. Mungkin dia rindu berenang di dalam ketuban. Dan
saya ingin menangis memohon dia untuk nggak pernah menyesal lahir dari seorang
ibu seperti saya. Saya ingin melakukan apapun yang terbaik untuknya. Mungkin...dan
semoga dia rindu berada dalam dekap hangat saya. Mungkin...dan semoga dia juga
rindu minum asi langsung dari payudara saya, bukan dari dot plastik imitasi
yang disodorkan bidan/suster. Dan sungguh saya juga sangat rinduuu menyusuinya,
memeluknya erat dalam pelukan saya. :((
Sungguh ini momen yang sangat
menyiksa buat ibu baru seperti saya. Buat seorang wanita yang baru saja
menikmati momen terindah memiliki seorang anak, menimang-nimangnya, mendapat
banyak ucapan selamat, namun dalam sekejap saja kebahagiaan itu direnggut dari
saya.
Belum juga baby blues itu enyah
dari otak saya, saya kembali dipukul dengan palu godam yang keras. BAMM!
Rasanya ada yang berteriak lantang pada saya.."Masih maw ngeluh?? Masih
maw bilang lelah?? Kalo udah lihat anak sakit gini rasanya mau melakukan
segalanya asal anak sembuh kan!"
Ah, saya cuma bisa menangis. Dan menelan tangis saya sendiri saat ada di
depan Aga. Saya tau dia bisa merasakan apa yang saya rasakan. Saya sedih, tapi
saya nggak ingin menangis di depannya.
***
Di jam besuk itu juga saya bisa
melihat "tetangga-tetangga" Aga. Sebagian besar masih bayi. Yang
berada 1 ruangan dengan Aga ada sekitar 3bayi lagi. 1bayi perempuan yang
sepertinya lahir dengan secar. Dia hanya diletakkan di boks tanpa ada peralatan
khusus. Sepertinya kondisinya sudah membaik dan tinggal di observasi saja. Satu
lagi sepertinya laki-laki. Badannya kecilll sekali tapi sekujur tubuhnya sudah
dipenuh selang. Ia ada dalam inkubator. Hanya mengenakan popok. Satu lagi juga
dengan kondisi yang sama. Bedanya bayi laki-laki ini lebih sering dijenguk
ayahnya yang keturunan Arab. Sang ayah sampai membawakan si bayi mp3 untuk
memperdengarkan surat Yusuf. Tentunya mp3 nya di loudspeaker ya, karena ga
mungkin kan bayi pake earphone. Jadi meski dipelankan dan hanya terdengar
sayup-sayup Aga bisa ikut dengerin. Semoga Aga jadi lebih tenang dan homey.
Karena waktu hamil dulu saya dan suami insyaAllah nggak pernah putus tiap hari
membacakan surat Yusuf dan Maryam.
"Tetangga-tetangga" Aga
di ruangan lain saya tidak begitu memperhatikan dgn jelas. Tapi sepertinya
nggak lebih baik dari Aga. Ada yang kena tipus, batuk kronis, DB, kelainan
jantung, dsb. Dari cerita-cerita yang saya dapat saat di ruang tunggu kondisi
mereka bisa dibilang gawat. Beberapa pasian yang baru masuk pun nggak kalah
gawatnya. Ada yang sampai sudah 10x ganti RS. Ada yang hanya untuk beberapa ml
obat harus merogoh uangnya sekitar 2juta. Ada yang orangtuanya kebingungan
mencari tabung oksigen untuk anaknya. Ada ibu yang pingsan di depan pintu NICU
saat mengantar anaknya. Ada yang juga
sepertinya seluruh keluarga besar ikut mengantar..semua dengan ekspresi panik
dan sang ibu sudah berurai air mata. Suasana NICU memang tegang dan dramatis.
Saya mesti banyak-banyak bersyukur kalau melihat kondisi Aga dibanding pasien
lainnya. Dan sungguh kesehatan itu nikmat yang nggak terkira.
***
Dan 24jam terlewati sudah.
Penyinaran dihentikan. Aga kembali di ambil darahnya untuk tes lab lagi. Saya
dengar tangisnya kencang sekali. Rasanya saya ingin memeluknya, menggendongnya,
dan menenangkannya. Tapi saya tekan emosi saya. Saya tahan keinginan saya
sambil berkata sendiri, sebentar lagi Aga pulang kok. Sebentar lagi saya bisa
menimang-nimangnya lagi. Sebentar lagi hasil lab keluar dan Aga bisa pulang. Saya
pun terus berharap hasil tes lab itu keluar dan bilirubin Aga sudah kembali normal.
Tapi ternyata Allah belum selesai menguji saya. Hasil lab keluar dan billirubin
Aga masih 14. Hanya turun sedikit dari kemarin. Artinya terapi itu harus
dilanjutkan lagi.
Badan saya lemas. Aga belum bisa
pulang. Siksaan batin saya melihatnya diterpa sinar biru belum juga usai. Saya pun
cemas. Kenapa billirubin Aga cuma turun sedikit sekali. Saya pun makin resah, Ada
apa dengan anak saya. Semakin panjang proses terapi artinya semakin lama pula
saya tidak bisa menyentuhnya dan semakin membengkak pula biayanya. Saya cuma
bisa berdoa. Mudahkanlah Ya Allah, Sembuhkanlah.
***
Akhirnya saya bisa juga bertemu
dengan dokter yang menangani Aga. Saya sedikit lebih tenang setelah konsultasi
secara langsung. Dari hasil wawancara dengan dokter tentang riwayat kesehatan
saya dan Aga, sepertinya tidak ada indikasi alergi ataupun pengaruh obat-obatan
saat hamil. Aga pun masih terlihat aktif di dalam boksnya. Dokter menganalisa
lambatnya billlirubin Aga turun mungkin hanya disebabkan hati yang belum matang
saja. Tapi dia masih mengkhawatirkan satu hal lagi sehingga harus cek kadar
proteinnya. Kalau ternyata analisanya benar berarti Aga memerlukan obat yang
hanya bisa dimasukkan lewat infus.
Ah infus! Umur Aga baru hitungan
hari. Tanggannya masih ringkih, kulitnya masih keriput, bagaimana jarum sebesar
itu harus menusuk pembuluh darahnya yang masih sangat halus. Ah semoga saja
tidak.
Saya jadi lebih optimis mendengar
sekian banyak analisa dokter yang terbantahkan. Hanya tinggal menunggu hasil
lab di terapi bluelight kedua ini dan cek kadar protein itu. Saya juga lebih
tenang karena Ayah Aga mau pulang lagi. Mungkin dia juga nggak tenang kerja
sementara anaknya di rumah sakit.
Saat menjenguk Aga lagi saya bisa
lebih tenang. Saya pegang tangannya (karena saya baru tau kalau saya boleh
memegang). Saya bisikkan kabar gembira kalau ayah mau pulang. Dan kami akan
bermain bersama. Saya bisikkan kalimat-kalimat positif itu di telinganya,
sambil terus membelai lembut tangannya, pipinya, dan kakinya. Saya yakin Aga
bisa merasakan energi positif yang saya kirimkan lewat sentuhan dan bisikan
itu.
Dan Subhanallah...ketika hasil
lab terapi kedua keluar, billirubin Aga langsung turun menjadi 5. Normal!
Alhamdulillah. Lega banget rasanya.
Saya segera menyampaikan kabar
gembira ini ke mertua, kakak saya yang menunggu di rumah, juga beberapa teman
dekat saya. Suami yang sedang otw ke malang naik kereta rupanya kehabisan
batrai, keretanya terhadang banjir pula di semarang. Jadi saya nggak bisa
menghubunginya. Tapi saya tetap senang karena saat Ayah Aga pulang nanti kami
bisa bermain dengan tenang di rumah.
***
Kalau nggak salah saya jadi
pasien kedua yang keluar dari NICU. Saya sempat berpamitan dengan beberapa
orangtua pasien yang ada di ruang tunggu. Sambil ikut mendoakan semoga mereka
bisa merasakan kebahagiaan yang saya rasakan:membawa pulang bayi mereka kembali
dalam keadaan sehat.
Banyak pelajaran yang bisa saya
ambil dari kejadian ini.
1. Bersyukur atas nikmat sehat.
Ini pasti. Mau setampan atau seimut apapun bayi kita kalau nggak sehat kita
juga nggak bisa seneng kan.
2. Lebih tangguh. Nggak mudah
cengeng hanya karena capek nyuci popok. Mending capek nyuci popok setiap hari
daripada harus dipakaikan pempes atau dicucikan suster karena Aga nginep di RS.
3. be a better mom be a better
daughter. Ya. Saya ingat saya juga pernah jadi anak yang pura-pura sakit karena
malas sekolah. Ternyata begini ya rasanya jadi orangtua kalau anak sakit.
Maafin devi ya bapak..ibu. Dan waktu susah inilah saat suami nggak ada di
samping saya, ya cuma keluarga dan temen2 deket yang ada. Saya salah kalau saya
pikir saya sendiri. Saya harus membuang jauh-jauh setan baby blues itu. Itu
cuma ilusi saya yang hanya berpikir melulu tentang saya. Mereka..mereka..saya
dikelilingi mereka yang sungguh-sungguh menyayangi saya dan bayi saya. I love
them so much.
4. Berharap nggak melahirkan anak
kedua di musim hujan. HAhaha...andai dua musim ini masih patuh pada jadwalnya
ya. Saya memilih melahirkan di atas bulan april deh. :)
***
Well, thanks sudah membaca
tulisan saya yang panjang ini. Semoga sharing ini bisa bermanfaat ya. :)
.
BalasHapusBayi sy baru tadi siang mulai disinar 😢
BalasHapus